Kerja Hanya Untuk Sholat

KERJA HANYA "SELINGAN" UNTUK MENUNGGU KEWAJIBAN "SHOLAT"

"Robbij'alnii muqiimas sholati wa min dzurriyatii Rabbana Taqobbal Du'aa".
Ya Allah Ya Rabb ku, jadikanlah aku dan keluargaku orang yang mendirikan sholat, Ya Robb kabulkan lah do'a ku.
"Yaa Muqollibal quluub tsabit quluubana ila diinika".
"Robbana la tuzigh quluubana ba'da idz hadaitana wa hablana min ladunka rohmah , innaka Antal Wahaab".
Wahai Dzat Yang Maha Membolak-balikan hati ini tetapkanlah kami dalam Agama-Mu
Ya Allah Ya Tuhan kami janganlah Kau palingkan hati ini setelah datangnya petunjuk ini kepada kami dan berikan lah kami dari kasih sayang-Mu, karena sesungguhnya hanya Engkau lah Yang Maha Pemberi.

Ketika Pak Heru, atasan saya, memerintahkan untuk mencari klien yang bergerak di bidang interior, seketika pikiran saya sampai kepada Pak Azis. Meskipun hati masih meraba-raba, apa mungkin Pak Azis mampu membuat kios internet, dalam bentuk serupa dengan anjungan tunai mandiri dan dari kayu pula, dengan segera saya menuju ke bengkel workshop Pak Azis.
Setelah beberapa kali keliru masuk jalan, akhirnya saya menemukan bengkel Pak Azis, yang kini ternyata sudah didampingi sebuah masjid. Bengkelnya masih rumah kayu, masih seluas dulu, ketika pertama kali saya berkunjung ke sana. Pak Azispun tampak awet muda, sama seperti dulu. Masih dengan sigaret kreteknya, masih langsing dan tampak sehat, hanya pakaiannya yang sedikit berubah. Kali ini dia selalu memakai kopiah putih. Rautnya cerah, fresh, memancarkan kesan tenang dan lebih santai. Beungeut wudhu-an ( wajah sering wudhu), kata orang sunda. Selalu bercahaya.
Karena lama tidak bertemu, sebelum sampai ke pokok permasalahan, kami berbincang-bincang cukup lama. Dalam rentang tujuh tahun, ternyata banyak sekali proyek yang sudah Pak Azis kerjakan, bahkan kerja arsitekpun, yang sedikit berbeda dari bidang keahlian yang digelutinya tujuh tahun lalu, pernah juga ia garap. Salah satu merek pakaian muslim kenamaan, memercayakan pembangunan dan interior ruangan butiknya di seluruh kota besar Indonesia, kepada Pak Azis. Ornamen kayu di kubah Masjid Raya propinsi-pun merupakan buah karyanya. Yang agak surprise, ternyata Pak Azis juga yang menangani furniture dan interior untuk acara pengajian Ramadhan sebuah televisi swasta, yang menghadirkan seorang ulama kenamaan. Muncul pertanyaan di benak saya : karena kerap bersinggungan dengan kegiatan islamkah Pak Azis bisa tampak begitu tenang dan awet muda ?
***
Hidayah Allah ternyata telah sampai sedari lama, jauh sebelum Pak Azis berkecimpung dalam berbagai dinamika kegiatan Islam. Hidayah itu bermula dari peristiwa angin puting-beliung, yang tiba-tiba menyapu seluruh atap bengkel workshop-nya, pada suatu malam kira-kira lima tahun silam. "Atap rumah saya sampai tak tersisa satupun. Terbuka semua." cerita Pak Azis."Padahal nggak ada hujan, nggak ada tanda-tanda bakal ada angin besar. Angin berpusar itupun cuma sebentar saja."
Batin Pak Azis bergolak setelah peristiwa itu. Walau uang dan pekerjaan masih terus mengalir kepadanya, Pak Azis tetap merasa gundah, gelisah, selalu tidak tenang. "Seperti orang patah hati, Ndra. Makan tidak enak, tidur juga susah, pokoknya persis seperti putus cinta."cerita Pak Azis lagi
Lama-kelamaan Pak Azis menjadi tidak betah tinggal di rumah, merasa stres atas segala rutinitas pekerjaan, yang menurutnya seperti buang-buang waktu saja. Rutinitas kerja membuatnya selalu gugup, sehingga waktu terasa pendek, jadi sulit menikmati detik demi detiknya. Padahal, sebelum kejadian angin puting-beliung yang anehnya hanya mengenai bengkel workshop merangkap rumahnya saja, Pak Azis merasa hidupnya sudah sempurna. Dari desainer grafis dia bisa menjadi desainer interior, dari desainer interior dia bisa menjadi arsitek, dan dengan keserbabisaannya itu, berarti semua cita-citanya sudah berhasil dicapai. Pak Azis merasa puas dan bangga, karena menguasai banyak keahlian dan mempunyai penghasilan tinggi. Tapi setelah peristiwa angin puting-beliung itu, ketika kegelisahan kembali menghinggapi dirinya, Pak Azis kembali bertanya : apa sih yang kurang ?
"Seperti musafir atau walisongo, saya kemudian mendatangi masjid-masjid di malam hari. Semua masjid besar dan beberapa masjid di pelosok Bandung ini, sudah pernah saya inapi." Setahun lebih cara tersebut ia jalani, sampai kemudian akhirnya Pak Azis bisa tidur normal, bisa menikmati pekerjaan dan keseharian seperti sediakala.
"Bahkan lebih tenang dan santai daripada sebelumnya."
"Lebih tenang ? Memang Pak Azis dapet hikmah apa dari tidur di masjid itu ?"
"Di masjid itu 'kan tidak sekedar tidur, Ndra. Kalau ada shalat malam, kita dibangunkan, lalu pergi wudhu dan tahajjud. Sebab terbiasa, tahajjud juga jadi terasa enak. Malah nggak enak kalau tidak shalat malam, dan shalat-shalat wajib yang lima itu jadi kurang enaknya, kalau saya lalaikan. Begitu, Ndra."
"Sekarang tidak pernah terlambat atau bolong shalat-nya, Pak Azis ?"
"Alhamdulillah. Sekarang ini yang saya anggap utama itu adalah shalat. Jadi, saya dan temen-temen kerja itu cuma sekedar selingan saja."
"Selingan ?"
"Ya, selingan yang berguna. Untuk menunggu kewajiban shalat, Ndra."
Untuk beberapa lama saya terdiam, sampai kemudian adzan ashar mengalun jelas dari masjid samping rumah Pak Azis. Pak Azis mengajak saya untuk segera pergi mengambil air wudhu, dan saya lihat para pekerjanyapun sudah pada pergi ke samping rumah, menuju masjid. Bengkel workshop itu menjadi lengang seketika. Martil, pahat, diletakkan begitu saja disamping pekerjaan yang belum selesai atau rautan-rautan kayu. Sambil memandang seluruh ruangan bengkel, sambil berjalan menuju masjid di samping workshop, terus terngiang-ngiang di benak saya : "Kerja itu cuma selingan, Ndra. Untuk menunggu waktu shalat..."
Sepulangnya dari tempat workshop, sambil memandang sibuknya lalu lintas di jalan raya, saya merenungi apa yang tadi dikatakan oleh Pak Azis. Sungguh trenyuh saya, bahwa setelah perenungan itu, saya merasa sebagai orang yang kerap berlaku sebaliknya. Ya, saya lebih sering menganggap shalat sebagai waktu rehat, cuma selingan, dan ada kecenderungan saya lebih mementingkan pekerjaan. Kadang-kadang waktu shalat dilalaikan sebab pekerjaan belum terselesaikan, atau rapat dengan klien dirasakan tanggung untuk diakhiri. Itulah penyebab dari kegersangan hidup saya selama ini. Saya lebih semangat dan habis-habisan berjuang meraih dunia, daripada mempersiapkan bekal terbaik untuk kehidupan kekal di akhirat nanti. Saya lupa, bahwa shalat adalah yang utama. Yang pertama diperiksa dalam pengadilan mahsyar, dimana nasib setiap anak manusia ditentukan pahit dan manisnya.
Subhanallah, Maha Suci Engkau Ya Allah, yang telah memberikan dan menunjukan kepada kami hingga kisah ini sampai kepada kami.

Komentar

Postingan Populer