etika seorang muslim part 2
ETIKA (ADAB) BUANG HAJAT
Segera membuang hajat.
Apabila seseorang merasa akan buang air
maka hendaknya bersegera melakukannya, karena hal tersebut berguna bagi
agamanya dan bagi kesehatan jasmani.
Menjauh dari pandangan manusia di saat
buang air (hajat). berdasarkan hadits yang bersumber dari al-Mughirah bin
Syu`bah Radhiallaahu 'anhu disebutkan " Bahwasanya Nabi Shallallaahu
'alaihi wa sallam apabila pergi untuk buang air (hajat) maka beliau
menjauh". (Diriwayat-kan oleh empat Imam dan dinilai shahih oleh
Al-Albani).
Menghindari tiga tempat terlarang, yaitu
aliran air, jalan-jalan manusia dan tempat berteduh mereka. Sebab ada hadits
dari Mu`adz bin Jabal Radhiallaahu 'anhu yang menyatakan demikian.
Tidak mengangkat pakaian sehingga sudah
dekat ke tanah, yang demikian itu supaya aurat tidak kelihatan. Di dalam hadits
yang bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan: "Biasanya
apabila Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam hendak membuang hajatnya tidak
mengangkat (meninggikan) kainnya sehingga sudah dekat ke tanah. (HR. Abu Daud
dan At-Turmudzi, dinilai shahih oleh Albani).
Tidak membawa sesuatu yang mengandung
penyebutan Allah kecuali karena terpaksa. Karena tempat buang air (WC dan yang
serupa) merupakan tempat kotoran dan hal-hal yang najis, dan di situ setan
berkumpul dan demi untuk memelihara nama Allah dari penghinaan dan tindakan
meremehkannya.
Dilarang menghadap atau membelakangi
kiblat, berdasar-kan hadits yang bersumber dari Abi Ayyub Al-Anshari
Shallallaahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi
wa sallam telah bersabda: "Apabila kamu telah tiba di tempat buang air,
maka janganlah kamu menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya, apakah
itu untuk buang air kecil ataupun air besar. Akan tetapi menghadaplah ke arah
timur atau ke arah barat". (Muttafaq'alaih).
Ketentuan di atas berlaku apabila di
ruang terbuka saja. Adapun jika di dalam ruang (WC) atau adanya pelindung /
penghalang yang membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh
menghadap ke arah kiblat.
Dilarang kencing di air yang tergenang
(tidak mengalir), karena hadits yang bersumber dari Abu Hurairah Radhiallaahu
'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Jangan sekali-kali seorang diantara kamu buang air kecil di air yang
menggenang yang tidak mengalir kemudian ia mandi di
situ".(Muttafaq'alaih).
Makruh mencuci kotoran dengan tangan
kanan, karena hadits yang bersumber dari Abi Qatadah Radhiallaahu 'anhu
menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Jangan sekali-kali seorang diantara kamu memegang dzakar (kemaluan)nya
dengan tangan kanannya di saat ia kencing, dan jangan pula bersuci dari buang
air dengan tangan kanannya." (Muttafaq'alaih).
Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk,
tetapi boleh jika sambil berdiri. Pada dasarnya buang air kecil itu di lakukan
sambil duduk, berdasarkan hadits `Aisyah Radhiallaahu 'anha yang berkata: Siapa
yang telah memberitakan kepada kamu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam kencing sambil berdiri, maka jangan kamu percaya, sebab Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah kencing kecuali sambil duduk. (HR.
An-Nasa`i dan dinilai shahih oleh Al-Albani). Sekalipun demikian seseorang
dibolehkan kencing sambil berdiri dengan syarat badan dan pakaiannya aman dari
percikan air kencingnya dan aman dari pandangan orang lain kepadanya. Hal itu
karena ada hadits yang bersumber dari Hudzaifah, ia berkata: "Aku pernah
bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam (di suatu perjalanan) dan ketika
sampai di tempat pembuangan sampah suatu kaum beliau buang air kecil sambil
berdiri, maka akupun menjauh daripadanya. Maka beliau bersabda:
"Mende-katlah kemari". Maka aku mendekati beliau hingga aku berdiri
di sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau berwudhu dan mengusap kedua
khuf-nya." (Muttafaq alaih).
Makruh berbicara di saat buang hajat
kecuali darurat. berdasarkan hadits yang bersumber dari Ibnu Umar Shallallaahu
'alaihi wa sallam diriwayatkan: "Bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki
lewat, sedangkan Rasulullah saw. sedang buang air kecil. Lalu orang itu memberi
salam (kepada Nabi), namun beliau tidak menjawabnya. (HR. Muslim).
Makruh bersuci (istijmar) dengan
mengunakan tulang dan kotoran hewan, dan disunnatkan bersuci dengan jumlah
ganjil. Di dalam hadits yang bersumber dari Salman Al-Farisi Radhiallaahu 'anhu
disebutkan bahwasanya ia berkata: "Kami dilarang oleh Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam beristinja (bersuci) dengan menggunakan kurang
dari tiga biji batu, atau beristinja dengan menggunakan kotoran hewan atau
tulang. (HR. Muslim).
Dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam
juga bersabda: " Barangsiapa yang bersuci menggunakan batu (istijmar),
maka hendaklah diganjil-kan."
Disunnatkan masuk ke WC dengan
mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan berbarengan dengan
dzikirnya masing-masing. Dari Anas bin Malik Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan
bahwa ia berkata: "Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam
apabila masuk ke WC mengucapkan :
"Allaahumma inni a'udzubika minal
khubusi wal khabaaits"
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu
dari pada syetan jantan dan setan betina".
Dan apabila keluar, mendahulukan kaki
kanan sambil mengucapkan : "Ghufraanaka" (ampunan-Mu ya Allah).
Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan
hajat. Di dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan
bahwasanya "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam menunaikan hajatnya (buang
air) kemudian bersuci dari air yang berada pada sebejana kecil, lalu
menggosokkan tangannya ke tanah. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).adhytmakahenggeng48@gmail.com
Komentar
Posting Komentar