makalah pengembangan kurikulum (STAIN MANADO)
MAKALAH
MODEL
PENGEMBANGAN KURIKULUM
DISUSUN
:
ADITHYA
PRATAMA MAKAHENGGENG
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
MANADO
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakangadhytmakahenggeng48@gmail.com
Pengembangan kurikulum merupakan
sebuah kebutuhan dan kewajiban. Pernyataan tersebut didasarkan pada perubahan
iklim masyarakat yang pasti terjadi dan terus menerus mengalami dinamisasi,
sehingga kebutuhan masyarakat juga berubah. Oleh karena itu kurikulum
juga harus dikembangkan untuk menjawab tantangan zaman yang semakin berkembang.
Jika tidak diadakan pengembangan maka bisa dipastikan kurikulum tersebut tidak
lagi relevan, mandek, ketinggalan jaman, sehingga menyebabkan lembaga
ditinggalkan oleh masyarakat. Jika kurikulum diibaratkan organisme
(manusia) maka jika organisme tersebut tidak menyesuikan diri terhadap
lingkungan atau keadaan habibat yang ada maka secara hukum alam organisme
tersebut akan mati atau bisa tersengkir dari komunitasnya.
Kurikulum dapat diumpamakan
sebagai suatu organisme yang memiliki susunan organ-organ tertentu seperti
otak, jantung, paru-paru yang merupakan organ vital adanya kehidupan. Kemudian
kaki serta tangan yang merupakan organ gerak dan organ panca indera.
Organ-organ tersebut memiliki fungsi satu sama lain adakalaya saling
bergantung. Jika organ-organ seluruh tubuh berjalan dengan normal maka bisa
dipastikan fungsinya akan berajalan lancar sehingga bisa menbentuk organisme
(manusia) secara utuh yang sehat dan berdaya guna. Namun setelah organ-organ
tersebut berjalan dengan lancar apakah langkah selanjutnya yang dilakukan,
ingin ke mana manusia tersebut beraktivitas, dan seberapa efektif dan
efisienkah manusia tersebut bisa memanfaatkan organ-organ tersebut. Oleh karena
itu perlu adanya pengembangan diri pada diri organisme tersebut agar bisa
menyesuaikan diri pada lingkungan luar.
Dari penjelasan di atas sesungguhnya
kurikulum bisa diibaratkan dengan organisme, salah satu alasannya adalah karena
keduanya sama-sama merupakan sistem yang memiliki tujuan. Sistem tersebut bisa
saja terbangun dari organ-orang yang bekerja baik secara sadar maupun tidak
sadar. Maka komponen kurikulum bisa diartikan bagian dari keseluruah yang ada,
atau bisa berarti unsur dari sesuatu yang utuh.[1] Seperti
organisme maka kurikulum juga perlu mengadakan pengembangan diri untuk menjaga
eksistensinya agar bisa tetap berguna dan bisa mendapat legitimasi dari
lingkungan. Dalam mengembangkan kurikulum perlu mempertahikan komponen-komponen
dan model pengembangan kurikulum. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan
mendiagnosis dari sudut mana dan arah pengembangannya ke mana pengembangan
tersebut dilakukan.
Sudah menjadi pengetahuan jamak
bahwa komponen atau Organ dari anatomi organanisme kurikulum yang utama adalah
tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media serta
evaluasi.[2] Organ-organ
tersebut harus memiliki keterkaitan, kesinambungan, dan saling membangun satu
sama lain sehingga bisa menjadi sebuah sistem yang utuh dan bisa berjalan
dengan normal. Inilah yang kemudian disebut sebagai organisme kurikulum. Oleh
karena itulah sangat penting dalam mengembangkan kurikulum perlu mengkaji
tentang komponen-komponen (organ) yang terbangun di dalamnya.
Selain menekankan pada
komponen dalam mengembangkan kurikukulum juga perlu mengkaji tentang
model atau pola pengembangan kurikulum. Model pengembangan kurikulum merupakan
cara untuk mendeskirpsikan, menganalisis, dan mebuat skema dari organisme kurikulum.
Seperti halnya manusia untuk menemukan penyakit yang ada di dalam tubuhnya
perlu adanya pemeriksaan atau penelitian secara mendalam. Ataupun karena adanya
tekanan psikologi maka perlu cara-cara khusus. Karena setiap manusia mempunya
latar belakang yang berbeda bisa jadi penyakitnya juga berbeda, oleh karena itu
penangannya juga harus menggunakan model pengembangan yang berbeda. Dengan
demikian maka pengguanaan model-model pengembangan kurikulum di setiap Tingkat
satuan pendidikan juga harus berbeda karena setiap sekolah tersebut memiliki
ciri khas, kurikulum, gejala penyakit, dan sumber daya yang berbeda.
B.
Rumusan
Masalah
Mengacu dari pembahasan di atas,
untuk lebih fokusnya pembahasan tentang Model Pengembangan Kurikulum PAI di
Madrasah. Oleh karena itu penulis telah membuat rumusan masalah dalam makalah
ini sebagagai berikut:
1. Bagaimana komponen-komponen Kurikulum
Madrasah?
2. Bagaimana Model-model Pengembangan Kurikulum?
3. Bagiamana model dan langkah-langkah
pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Komponen-Komponen
Kurikulum Madrasah
Komponen kurikulum secara umum dalam
dunia pendidik yang luas menurut Syaodih Sukmadinata teridentifikasi dalam
unsur atau anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah terdiri dari bagian-bagian
sebagai berikut yaitu tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian
dan media, dan evaluasi, yang mana keempatnya berkaitan erat satu dengan
lainnya.[3] Sedangkan
Hamid Syarief menguraikan kurikulum secara struktural terbagi menjadi beberapa
Komponen diantaranya adalah tujuan kurikulum, komponen isi/bahan, komponen
strategi pelaksanaan, dan komponen evaluasi.[4] Berdasarkan
penjelasan di atas maka dalam lembaga Madrasah penulis dapat menambahakan
penanaman nilai-nilai Islam yang integratif sehingga hubungan dari ke empat
komponen tersebut dengan integrasi nilai-nilai Islam dapat di gambarakan ke
dalam skema berikut ini:
Maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa komponen kurukulum Madrasah satu sama lain memiliki hubungan
dan keterkaitan sebagai bentuk kerjasama dalam menjadikan kurikulum tetap
relevan dengan realatias dan waktu serta tetap menanamkan nilai-nilai Islam
sebagai sumbu utama yang menjadi ciri khas kurikulum madrasah. Dengan asumsi
bahwa integrasi untuk mata pelajaran umum tidak harus guru mapel umum tidak
harus menguasi bahasa arab, dalil-dalil, dan ilmu Ke-PAI-an secara khusus,
namum guru tersebut cukup memasukkan nilai-nilai Islam atau menyisipkan
simbol-simbol keislaman ke dalam setiap mata pelajaran umum tersebut. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa rumpun mapel PAI melakukan doktrin-doktrin
verbal dan nonverbal sedangkan guru mapel umum melakukan doktrin-doktri
keislaman secara non verbal.
Jika sebelumnya kita membagi
kurikulum menjadi empat komponen maka berbeda lagi dengan Subandijah yang
menyatakan bahwa ada lima komponen kurikulum yaitu:[5]
a. Komponen Tujuan
Komponen tujuan berhubungan erat
dengan arah atau hasil yang diharapan secara mikro maupun makro. Tujuan
pendidikan memiliki klasifikasi dari mulai tujuan yang sangat umum sampai
tujuan khusus yang bersefat spesifik dan dapat diukur, yang kemudian dinamakan
dengan kompetensi. Pembahasan lebih lanjut tujuan pendidikan nasional
diklasifikasikan menjadi empat yaitu:[6]
1) Tujuan Pendidikan Nasional (PTN);
merupakan tujuan dan arah pendidikan secara umum yang harus dijadikan patokan
atau pedoman bagi setiap lembaga pendidikan di seluruh Indonesia. Maka untuk
setiap madrasah di seluruh Indonesia tidak boleh membuat rumusan tujuan sendiri
yang keluar dari koridor Tujuan pendidikan Nasional. Aturan main atau pedoman
tujuan pendidikan nasional tertuang dalam Undang-undang RI terbaru yang telah
disahkan oleh anggota DPR RI. Sebagaimana dalam UU RI no. 20 tahun 2003 pasal 3
tentang SISDIKNAS bahwa tujuan pendidikan nasional adalah:
“Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warg Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.[7]
2) Tujuan Intstitusional (TI) atau
lembaga; dalam lembaga Madrasah tujuan institusional hendaknya dilakukan secara
integratif dan saling mendukung antara bidang mata pelajaran pendidikan agama
dengan penddiikan umum. Tujuan kelembagaan Madrasah dirumuskan oleh
masing-masing lembaga sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan lembaga dalam
mencapai tujuan pendidikan nasional. Ini berarti bahwa tujuan Insitusional
tidak boleh keluar dari bingkai tujuan pendidkan Nasional yang telah ditetapkan
oleh Undang-undang. Tujuan Isntitusional biasanya juga melihat dari jenjang
masing-masing lembaga atau sesuai dengan tingkat usia siswa, sehingga setiap
jenjang harus memiliki keterkaitan satu sama lain yang mana jenjang yang paling
dasar mendukung tujuan institusional secara umum jenjang yang lebih tinggi.
Dengan demikian maka setiap madrasah mempunyai mempunyai wewenang untuk
mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan tingkat perkembangan sosio-kultur
agama pada masyarakat. Misalnya karena lingkungan madrasah sekitar banyak
pemeluk NU nya maka madrasah kurikulum madrasah diafiliasisaikan ke dalam
kegiatan ke-NU-an walaupun madrasah tersebut bukan milik organiasasi NU.
3) Tujuan Kurikuler (TK); tujuan
yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran merupakan
bagian dari salah satu cakupan tujuan lembaga Madrasah. Berdasarkan skema
hubungan komponen kurikulum pada pembahasan sebelumnya maka setiap guru mata
pelajaran umum di Madrasah diharuskan menamkan nilai-nilai islam baik berupa
semangat keislaman, memberikan simbol-simbol islam pada setiap soal atau materi
pelajaran, dan semangat mempelajari ilmu pengetahuan umum yang berlandaskan
islam. Tujuan kurikuler merupakan salah satu usaha untuk mewujudkan tujuan institusional.
Tujuan kurikuler juga pada dasarnya merupakan tujuan antara untuk mencapai
tujuan lembaga pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus dapat
mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan institusional. Maka setiap mata
pelajaran rumpun PAI dengan Mapel Umum di Madrasah sedapatnya harus mengadakan
penyamaan persepsi dengan mengadakan pelatihan bersama agar penyampaian di
kelas tidak saling tumpang tindih dan saling bertentangan.
4) Tujuan Intruksional atau tujuan
pembelajaran (TP); dalam madrasah tujuan intruksional merupakn bagian dari
tujuan kurikuler. Tujuan pembelajaran adalah tujuan yang harus dicapai oleh
guru dan siswa dalam satu kali tatap muka atau satu kali pertemuan. Dalam
setiap sesi pertemuan merupakan salah satu upaya untuk mencapai tujuan
kurikuler. Dapat disimpulkan bahwa dalam setiap pertemuan harus memiliki tujuan
terntentu yang ingin dicapai. Misalahnya siswa mampu meningkatkan perilaku
terpuji di dalam kelas, siswa mampu mengkitu game pembelajaran Matematika yang Islami
dengan ceria dan termotivasi.
Berdasarkan pemaparan di atas
tertuama berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa dalam lembaga Madrasah memiliki kewenangan dan hak untuk
mengembangkan, mengelaborasi, dan menyusun atau memprogram komponen-komponen
kurikulum yang berlandaskan nilai-nilai yang menjadi ciri khas bagi madrasah.
Sehingga ini yang akan mebedakan antara sekolah umum dengan Madrasah yang
berupakan berlabel islam. Sehingga menurut penulis dalam madrasah tujuan
pendidikan dari tingkat Nasional hingga ranah tujuan intruksional dapat
dikembangkan ke dalam urutan gambar di bawah ini:
b. Komponen Media
atau Sarana Prasarana
Media merupakan perantara untuk
menjelaskan isi kurikulum apa yang lebih muda dipahami oleh peserta didik baik
media tersebut didesain atau digunakan kesemuanya, diharapkan dapat mepermudah
proses belajar. Oleh karena itu pemamfaatan dan pemakaian media dalam
pembelajaran secara tepat terhadap pokok bahasan yang disajikan kepada peserta
didik untuk menanggapi, memahami isi sajian guru dalam kegiatan belajar
mengajar. Dengan kata lain ketepatan memilih media yang digunakan oleh guru
akan membantu kelancaran penyampaian maksud pengajaran.
Media Pembelajaran di dunia madrasah
merupakan kebutuhan penting, menurut penulis guru tidak hanya sebagai sumber
pembelajaran atau fasilitator namun guru juga bisa menjadi media pembelajaran
bagi siswa. Dengan asumsi bahwa guru menjadi contoh atau model bagi siswa dalam
berperilaku, selain itu guru juga bisa menjadikan dirinya sebagai media dalam
arti yang sebenarnya misalnya guru memakai baju ilmuan muslim yang kemudian
memraktekan bagaimana cara ilmuan muslim dalam menemukan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan.
c. Komponen
Strategi
Stategi dan pendekatan pembelajaran
yang digunakan antara sekolah umum dengan madrasah sangat berbeda karena di
madrasah memiliki ciri khas keislaman yang harus di wujudkan dalam tujuan
pembelajaran yang berbeda sehingga perlu strategi yang berbeda pula. Komponen
strategi dan metode merupakan komponen yang memiliki peran yang sangat penting,
dikarenakan berhubungan dengan implementasi kurikulum. Strategi pembelajaran
merupakan pola dan urutan umum perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan kata lain
strategi memiliki dua hal yang penting yaitu rencana yang diwujudkan dalam
bentuk kegiatan dan strategi disusun untuk mencapai tujuan terentu. Sedangkan
metode adalah upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan belajar nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.[8]
Strategi menuju pada pendekatan,
metode serta peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran. Pada
hakekatnya strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja, tetapi
menyangkut berbagai macam yang diusahakan oleh guru dalam membelajarakan siswa
tersebut. Dengan kata lain mengatur seluruh komponen, baik pokok maupun
penunjang dalam sistem pengajaran. Subandijah, memasukkan komponen evaluasi
kedalam komponen strategi. Hal ini berbeda pula dengan pendapat para ahli
lainnya yang mengatakan bahwa komponen evaluasi adalah komponen yang berdiri
sendiri.
d. Komponen Proses Belajar Mengajar
Yang dimaksud dengan komponen proses
belajar mengajar yaitu bahan atau isi yang diajarkan oleh guru dan yang
dipelajari oleh murid. Pengembangan komponen ini sangat penting dalam sistem
pengajaran khususnya di madrasah, sebab selama ini materi-materi pelajaran
Agama masih dipandang terlalu normatif dan materi-materi pelajaran umum di
madrasah masih dicurigai mengekor atau meniru dari mata pelajaran umum di
sekolah-sekolah umum. Oleh karena itu idealnya semua isi atau bahan ajar pada
setiap pelajaran di Madrasah harus disesuaikan dengan ciri madrasah yang menjujung
nilai-nilai islam. Materi pelajaran umum tidak melulu untuk kepentingan dunia,
dan materi PAI tidak melulu untuk kepentingan akhirat tapi bagaimana keduanya
memiliki posisi penting bagi kehidupan dunia dan akhirat.
e. Komponen Evaluasi
Evaluasi kurikulum sangat berbeda
dengan evaluasi pembelajaran (Ulangan Harian, UTS, UAS, dan UN), tapi keduanya
memiliki keterkatiatan satu sama lain. Evaluasi pembelajaran menjadi salah satu
instrumen dalam melakukan evaluasi kurikulum, yaitu sebagai salah satu alat
ukur dalam mengukur sejauh mana keberhasilan dari perolehan proses pembelajaran
dan mengetahui pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk mengetahui keberhasilan
tujuan kurikulum. Dengan kata lain evaluasi kurikulum merupakan sebuah upaya
untuk mengadakan penyempurnaan kurikulum ke arah yang lebih baik dari
sebelumnya.
Pernyataan penulis di atas didukung
oleh pendapat Nana Syaodih Sukmadinata yang mengungkapkan bahwa evaluasi
kurikulum dilakukan guna menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan serta menilai proses pelakasanaan pembelajaran secara menyeluruh.
Karena dalam setiap kegiatan pembelajaran dan upaya dalam mencapi tujuan-tujuan
kruikulum pasti terdapat umpan balik dari berbagai pihak atau komponen lain.
Umpan balik tersebut bermanfaat untuk mengadakan berbagai usaha penyempurnaan
bagi penentuan dan perumusan komponen-komponen kurikulum yang lain.[9]
Dalam pendidikan agama khsusunya di
madrasah mengenai proses dan tujuan evaluasi pendidikan agama menurut BSNP
dalam Pasal 64 ayat (1) menyatakan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) butir a dilakukan secara
berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil dalam
bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan
ulangan kenaikan kelas. Selanjutnya dalam Pasal 64 ayat (2) penilaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk: menilai pencapaian
kompetensi peserta didik; bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar;
memperbaiki proses pembelajaran.[10]
Lebih fokusnya lagi tentang evaluasi
PAI sebagai salah satu dari keompok mata pelajaran agama dinyatakan pada Pasal
64 Ayat (3) menyatakan penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak mulia dilakukan melalui: pengamatan terhadap perubahan perilaku dan
sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta
ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.[11] Dari
pernyataan tersebut maka penulis dapat menafsirkan bahwa sesungguhnya proses
evaluasi PAI dilakukan tidak hanya dalam aspek kognitif saja yang selama ini
ada di UTS, UAS, dan UAMBN namun juga dalam aspek afeksi dan peniliain
kepribadaian (psikomotorik) peserta didik.
B. Model-model
Pengembangan Kurikulum
Kata model secara etimologi memiliki
arti pola (acuan dan contoh dari sesuatu yang dibuat).[12]
Sedangan menurut analisis penulis sesungguhnya model pengembangan kurikulum
bisa juga diartikan sebagai sebuah pendekatan atau pola ‘apa’ yang digunakan
untuk mengembangkan kurikulum. Sehingga dalam proses pengembangan kurikulum
bisa terlaksana secara tepat guna, tepat sasaran, dan tepat pembiayaanya.
Pemilihan salah satu dari model
pengembangan kurikulum bukan hanya di dasarkan pada kelebihan, kebaikan, dan
bisa ke tingkat pencapaian optimal. Tetapi juga harus disesuaikan dengan
sistem pendidikan dan sistem pengelolalan pendidikan serta model konsep
pendidikan yang digunakan.[13] Dengan
kata lain model pengembangan kurikulum pada tiap satuan pendidikan harus di
dasari dari penelitian dan pendalaman masing-masing dari lembaga bukan karena
faktor gengsi atau ikut-ikutan dari lembaga lain yang telah mengadakan
pengembangan. Padahal belum tentu model pengembangan yang telah diterapkan di
lembaga lain cocok untuk lembaga tersebut.
Menurut Robert S. Zais yang dikutip
oleh Zainal Arifin menyatakan bahwa ada delapan model pengembangan kurikulum.
Dasar teoritisnya adalah lembaga atau orang yang mengadakan pengembangan,
pengambilan keputusan, penetapan kegiatan pembelajaran, realitas implementasinya,
penelitian sistematis tentang masalah, dan pemanfaatan teknologi dalam
pengembangan kurikulum.[14]
Sebelum penulis memaparkan model
pengembangan kurikulum yang sesuai dengan niali-nilai Islam yang mengambil
i’tibar dari Nabi Muhammad ketika melakukan ‘proses pembelajaran’ di lapangan
(masyarakat, saat perang, dan berekonomi) maka penulis akan memaparkan beberapa
model pengembangan kurikulum yang berasal dari penelitaian ilmuwan barat.
Menurut Dakir ia kutip dari pendeta Rober S. Zain dan menurut ilmuawan
dan menurut para ahli lain menjabarkan model pengembangan kurikulum secara
garis besar yang adalah sebagai berikut:
1. Model
Administratif
Model ini merupakan model prosedur
garis staf yang bersifat top down. Model pengembangan kurikulum ini
bermuara atau berhulu dari pejabat atas (pemerintah dan ahli pendidikan)
kemudian diterapkan oleh tingkat daerah yaitu oleh masing-masing lembaga.
Dengan asumsi setiap guru bahkan lembaga tidak mempunyai wewenang untuk
mengembangkan kurikulum, kecuali hanya berperan sebagai masukan informasi bagi
para pejabat atas dalam mengembangkan kurikulum. Jika penulis deskripsikan alur
pengembangan kurikulum model Administratif ke dalam skema maka dapat penulis
gambarkan sebagai berikut:
2. Model dari Bawah
(Grass-Roats)
Insipirasi pengembangan berasal dari
kalangan bawah stakeholders (Bottom Up). Model pengembangan
kurikulum ini dilakukan sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama
dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini
biasanya hanya mencakup skala kecil yaitu hanya mencakup beberapa Madrasah di
sebuah wilayah atau bahkan hanya untuk satu madrasah tertentu. Berikut
ini adalah skema mekanisme model pengembangan kurikulum tersebut:
3. Model
Beauchamp
Model ini dikembangkan oleh seorang
ahli kurikulum yang bernama Beauchamp. Ide gagasan yang berasal dari
kelas pembelajaran tertentu kemudian diterapkan ke sekolah, beberapa sekolah,
dan kemudian secara regioanl maupun nasional. Pengembangan ini harus melibatkan
semua elemen seperti para ahli kurikulum dan dewan-dewan atau organisasi
kependidikan sebagai pedamping dan pengawas pengembangan kurikulum. Secara
gamblang model pengembangan Beauchamp dapat diklasifikasikan ke dalam
langkah-langkah berikut ini:
4. Model
Terbalik Hilda Taba
Pengembangan kurikulum model Taba
dapat dijelaskan menuru Ella yang dikutip oleh Zainal Arifin menyatakan bahwa
model taba merupakan hasil modifikasi dari model Tayler terutama modifikasi
pada penekanan yang memusatkan perhatian pada guru yang akan penulis bahas pada
sesien berikutnya. Teori Taba mempercayai bahwa peran guru adalah sebagai
pengembang utama kurikulum. Hal ini berbeda dengan model Tyler.[15]
Pengembangan dilakukan dengan cara
induktif yaitu mencari data dahulu dari lapangan dengan cara mengadakan
percobaan, kemudian di susun teori atas dasar hasil nyata, baru diadakan
pelaksanaan. Taba tidak sepakat dengan model pengembangan tradisional yang
berpola deduktif sebab tidak merangsang bagi guru untuk melakukan berbagai
inovasi. Menurut Taba ada lima langkah dalam mengembangkan kurikulum yaitu
adalah sebagai berikut:
5. Model
Hubungan Interpersonal dari Rogers
Bertujuan untuk mengembangkan
individu secara fleksibel terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri
berkomunikaisi secar intrapersonal. Ada 3 asusmsi dasar model pengembangan
kurikulum yang dikemukakan oleh Rogers, diantaranya adalah pertama kemampuan
untuk lulus ujian adalah kriteria terbaik untuk pemilihan mahasiswa, dan untuk
penetapan profesi, kedua evaluasi adalah pendidikan, dan
pendidikan merupakan evaluasi, ketiga Pengetahuan merupakan
akumulasi bagian-bagian dari sebuah materi informasi.[16] Ada
empat langkah pengembangan kurikulum model rogers yaitu:
1) Pemilihan target dari sistem pendidikan
2) Partisipasi gur dalam pengalaman
kelompok yang insetif
3) Pengembangan pengalaman kelompok yang
insetif untuk satu kelas atau satu unit pelajaran
4) Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok.[17]
6. Model Action
Research yang Sistematis;
Model pengembangan kurikulum ini dilakukan
atas dasar tindakan penelitian secara sistematis dan mendalam. Dalam penyusunan
kurikulum mempertimbangkan hubungan antar manusia, keadaan organisasi sekolah,
situasi masyarakat, dan otoritas ilmu pengetahuan. Yang mana untuk mengetahui
semua situasi di sekolah, masyarakat, dan suasan ilmu pengetahuan harus
diadakan penelitian lebih mendalam agar tidak terjadi kesalah pamahan dan agar
tidak terjadi penyimpangan.[18]
7. Model
Pengembangan Kurikulum menurut Ralfp Tayler.
Ralph Tayler pada tahun 1950
menciptakan suatu mata pelajaran baru dengan judul prinsip prinsip kurikulum
pengajaran. Kemudian beliau mengidentifikasi 4 pertanyaan fundamental yang
memerlukan jawaban dan pengembangan untuk setiap kurikulum dan perencanaan
pengajaran. Pertanyaan pertanyaan tersebut adalah:
a. Tujuan
tujuan pendidikan apakah yang harus dicapai oleh sekolah lembaga pendidikan.
b. Pengalaman pendidikan apakah yang sangat perlu disediakan.
c. Bagaimanakah
pengalaman pendidikan dapat diorganisasikan.
d. Bagaimana
dapat diketahui dan ditentukan bahwa tujuan tujuan tersebut telah dicapai.
Pemikiran Ralph Tayler tersebut
telah banyak mendasari dalam pengembangan kurikulum masa sekarang. Dalam
kaitannya dengan pelaksanaan kurikulum Tayler mengembangkan pertanyaan-pertanyaan.
Pandangan ini yang menyarankan suatu pendekatan linier dalam pengembangan
kurikulum yang dikemukakan oleh Wheler 1967. Dia menyatakan bahwa proses
pengembangan kurikulum terdiri atas lima komponen yaitu; tujuan dan sarana,
penentuan pengalaman belajar, penentuan isi atau materi pelajaran, organisasi
dan integrasi pengalaman proses belajar mengajar di kelas, evaluasi terhadap
efektifitas semua aspek dari komponen di atas dalam mencapai tujuan.[19]
8. Pendekatan-pendakatan
Pengembangan Kurikulum menurut Abdullah Idi.
a. Pendekatan Bidang Studi (mata pelajaran);
mengidentifikasi secara teliti pokok-pokok bahasan yang akan dibahas. Prioritas
pendekatan ini adalah mengutamakan penguasaan bahan dan proses dalam disiplin
ilmu tertentu.
b. Pendekatan berorientasi pada tujuan;
menempatkan rumusan atau tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab
tujuan merupakan pemberi arah dalam pelaksanan proses belajar mengajar.
c. Pendekatan pada pola organisasi bahan;
pendekatan ini dilihat dari pola pendekatan Subject matter curriculum,
correlated curriculum, dan integrated curriculum.
d. Pendekatan rekonstruksionalisme; memfokuskan
kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti
polusi, ledakan penduduk, dampak kemajuan teknologi dan lain sebagainya.
e. Pendekatan humanistik; kurikulum dari siswa
dan dipersembahkan untuk siswa. Sehingga mengutamakan perkembangan efektif
siswa dalam pembelajaran yang dilandasi dari tanggapan minat, kebutuhan, dan
kemampuana siswa.
f. Pendekatan Accountability;
pertanggungjawaban lembaga terhadap masyarakat yang disusun secara sistematis.
Diharapkan bisa menentukan standar dan tujuan spesifik yang jelas serta
mengukur efektifitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa mencapai standar
itu.[20]
C. Model dan Langkah-langkah
Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah
Di Madrasah perubahan dan
pengembangan kurikulum hendaknya dilakukan atas dasar musyawarah sebagaimana
yang telah di ajarakan dalam Islam, yaitu musyawarah yang universal
mengakomodir semua elemen lembaga dan masyarakat sehingga tidak terkesan
diskriminatif. Selain itu madrasah sebagai lembaga keislaman dalam
mengembangkan kurikulum menurut penulis harus memperhatikan prinsip-prinsip
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Prinsip cinta ilmu pengetahuan; Madrasah
memberikan peluang bagi siswa-siswanya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
umum dengan cara memberi fasilitas, mengarahkan, dan memotivasi siswa untuk
cinta ilmu pengetahuan.
2. Prinsip menanamkan nilai-nilai islam dalam
setiap komponen kurikulum; penanaman nilai-nilai islam tidak hanya pada materi
pembelajaran saja namun juga menanamkan pada aspek media, metode/strategi, dan
tujuan pembelajarannya.
3. Prinsip melakukan syiar islam yang rahmatalillalamin;
madrasah mengakomodir keberagaman siswa dan guru.
4. Dan prinsip yang segala sesuatu dalam
kurikulum dilandaskan karena untuk beribadah Allah SWT; segala apa yang
dilakukan dalam mengembangkan kurikulum semuanya dinisbatkan untuk keridhaan
Allah.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum
di Madrasah secara teknik dapat digambarkan dalam skema berikut ini:
1. Mengadakan musyawarah merumuskan rancangan
(draf) pengembangan kurikulum yang melibatkan;pertama; dewan ahli yang meliputi para
ahli agama islam, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli manajemen, kedua dewan pengelola meliputi kepala
madrasah, para guru, dan pegawai, ketiga dewan pengguna/pemanfaat kurikulum madrasah yang
meliputi perwakilan masyarakat sekitar madrasah, perwakilan siswa, dan
perwakilan tokoh masyarakat.
2. Guru dan siswa mempraktekan pengembangan
kurikulum sesuai dengan draf, guru dan siswa saling memberi umpan balik atas
pembelajaran yang dilakukan guna mencari kelemahan dan peluang untuk
mengembangkan kurikulum yang lebih baik, kemudian kepala madrasah mengolah dan
menganalisis data-data yang telah masuk.
3. Dewan ahli memberikan solusi berdasarkan
pemasukan dari guru, siswa, dan kepala sekolah serta berdasarkan dari
penelitian di lapangan. Setalah itu mengembangkan kurikulum berdasarkan masukan
dari guru serta siswa, kenyataan di lapangan, dan berdasarkan teori-teori
penddiikan yang berkembang di masyarakat.
4. Guru dan siswa mencoba menerapkan solusi yang
telah ditawarkan oleh para dewan ahli, kemudian secara aktif mengadakan
improfisasi sesuai dengan keadaan.
5. Evaluasi bersama antara dewan ahli, dewan
pengelola, dan dewan pengguna/pemanfaan kurikulum madrasah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hakikat kurikulum meliputi pengertian, fungsi, tujuan serta komponen-komponen
kurikulum. Dengan mengetahui hakikat kurikulum tersebut, jelaslah betapa
pentingnya kurikulum bagi madrasah ataupun sekolah untuk kemajuan dan prestasi
madrasah atau sekolah tersebut.
Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum PAI di madrasah meliputi prinsip Peningkatan
Keimanan dan Ketakwaan, Budi Pekerti Luhur, dan Nilai-nilai Budaya, Berpusat
pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan dan kepentingan Peserta Didik serta
tuntutan Lingkungan, Keseimbangan antara Etika, Logika, Estetika dan
Kinestetika, Penguatan Integritas Nasional, Pengetahuan dan Teknologi
Informasi, Pengembangan Keterampilan Hidup, Pilar Pendidikan, Kontinuitas
(berkesinambungan), Belajar Sepanjang Hayat.
Sedangkan Landasan kurikulum PAI di madrasah antara lain landasan Agama,
Filsafat, Psikologi Belajar, Sosio-budaya, dan Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
B. Kritik dan Saran
Dari pembuatan tugas makalah ini, kami dari penyusun
mengharapakan makalah ini bermanfaat dan bisa menambah ilmu bagi para pembaca.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, untuk itu
kami mohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Zainal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011.
Dakir, Perencanaan dan pengembangan
kurikulum. Jakarta:Rineka Cipta, 2004.
Depdiknas, Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Idi,
Abdullah. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik.
Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999.
Sanjaya,
Wina&Andayani, Dian. “Komponen-komponen Pengembangan Kurikulum,”
dalam Kurikulum dan Pembelajaran. Tim Pengembang MKDP. Jakarta:
Rajawali, 2011.
Subandijah, Pengembangan
dan Inovasi kurikulum. Jakarta, PT. Raja Grafindo, 1993.
Sukmadinata,
Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek.. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2002.
Syarief, A. Hamid. Pengembangan Kurikulum.
Surabaya: Bina Ilmu, 1996.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 20 Tahun
2003 Tentang Sisdiknas.
[3] Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,
Teori dan Praktek, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002), h. 102
[5] Subandijah, Pengembangan
dan Inovasi kurikulum, Cet. 1,( Jakarta, PT. Raja Grafindo, 1993), h.
4-6
[6] Wina
Sanjaya&Dian Andayani, “Komponen-komponen
Pengembangan Kurikulum,” dalam Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta:
Rajawali, 2011), h. 46-47
[8] Wina
Sanjaya&Dian Andayani, “Komponen-komponen
Pengembangan Kurikulum,” dalam Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta:
Rajawali, 2011), h. 53-54
[9] Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011), h. 110-111
[10] Badan
Standar Nasional Pendidikan, Panduan
Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Agama dan Akhlak Mulia (BSNP: Jakarta,
2007), h. 4
[11] Badan
Standar Nasional Pendidikan, Panduan
Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Agama dan Akhlak Mulia (BSNP: Jakarta,
2007), h. 4
[13] Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1997), h. 161
[14] Zainal
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011), h. 137-138
[15] Zainal
Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam (Jogjakarta:
Diva, 2012), h. 64
[17] Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011), h. 169-171
[20] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum: Teori
dan Praktik (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), 128-131.
Komentar
Posting Komentar