Pria Istimewa



Pria Istimewa

“Andini……”
Suara mama memasuki gendang telingaku. Kertas telingaku bergoyang secara berirama mendengar suara mama yang sedari tadi memanggil namaku. Aku bergegas segera bangkit dari empuknya kasur tidurku yang menemani malam tidurku semalaman. Segera ku keluar kamar, menghilangkan rasa ngantuk yang menerka. Jangankan untuk sekedar mencuci muka yang kusut sehabis bangun tidur, merapikan rambut ikal selengan rasanya tidak ada waktu lagi. Sebelum namaku dipanggil dengan nada volume yang sangat keras aku beranjak dari tempat tidur ku yang masih terlihat kusut.
“kamu hari ini temani mama kepasar” desak mama mengajak aku ke pasar begitu melihatku muncul dari pintu kamar. Rasa ngantuk itu pun hilang ketika mendengar kata pasar. maklumlah aku orangnya paling anti untuk pergi kepasar sebab disitu terdapat berbagai macam hal mulai dari pencopet, becek, berdesakan dan masih banyak lagi hal yang tidak aku inginkan ketika berbicara tentang pasar.
“kenapa tiba-tiba kita kepasar sepagi ini ma?” tanyaku pada mama dengan nada penasaran
“hari ini ada teman mama dan papa yang akan main ke rumah” jawab mama
Belum sempat hilang rasa lelah dan pengap ketika balik dari pasar. mama kembali memanggilku  membantu mama mempersipakan menu masakan untuk tamu mama dan papa di dapur.
Yah dapur….aku menghembuskan napas keras. Segera bergegas menuju dapur dengan senyuman tak ihklas karena masih kelelahan sehabis dari pasar tadi.
“assalamualaikum”
“waalikumsalam”, jawabku.
Ma…Pa….tamu kita udah datang ni..
“Suruh masuk aja din” jawab mama dan papa dengan kompak.
Disela-sela suasana meja makan yang begitu hening. Tiba-tiba mama membuka obrolan yang membuat aku tersendak. “bu warni gimana rencana perjodohan anak kita yang dulu kita sepakati, apakah masih bisa kita lanjutkan”. Tanya mama kepada teman mama.
“Apaaa?”
“Perjodohan ?”
Seketika aku terdiam tanpa kata, hatiku mulai dipenuhi dengan rasa kekecewaan, pikiran ku pun mulai tak karuan dan dunia seketika menjadi sangat gelap gulita. Ingin rasanya aku menyalahkan Tuhan karena ketidak adilannya terhadapa kehidupan yang aku jalani.
Aku dijodohkan dengan seorang pria yang menurut aku adalah salah satu pria yang terlangkah didunia ini. Bisa dibayangkan kesehariannya adalah kerja, masjid dan beribadah. Sorenya dia mengisi ceramah agama arisan ibu-ibu sekitar kompleks tempat tinggalnya. Maklumlah dia kan lulusan pesantren. Seorang pria yang lebih tua 3 tahun dari aku.
“bagaimana dengan pacarku Andri?”, dengan mimpi yang selama ini kami berdua impikan sebuah mimpi besar yang ingin kami capai setelah menikah?
“bagaimana dengan kehidupan aku?”,  kehidupan yang selama ini aku jalani. Shopping, jalan-jalan dengan teman-teman, hura-hura dan lain sebagainya kehidupan aku.
Itulah pertanyaan-pertanyaan yang selama ini hinggap dalam pikiranku. Ingin rasanya kabur dari rumah yang seakan menjadi sebuah neraka. Terbesit pula ingin kawin lari dengan pacar aku Andri. Dan rencana itu pun sudah aku bicarakan dengan dia. Tapi dia sama sekali tidak setuju dan ingin aku mengikuti keinginan orang tua aku.
Dua minggu lamanya mama dan papa membujuk aku untuk menikahi ka Ilham pria yang dijodohkan dengan aku. Bahkan mama dan papa juga sering memberikan aku nasihat.
“Din..kamu mau yah nikah sama Ilham?” bujuk mama kepada aku dengan mata berbinar binar.
“Iya din..kamu harus mau. Dia orang baik loh rajin dan taat pula beribadah” tambah papa disela-sela pembicaraan.
“selain itu Ilham juga kan sudah punya pekerjaan tetap din” tambah mama
“Dibandingkan pacar kamu siapa tu namanya…Andri yah ? keluyuran kesana kemari gak jelas” tambah mama dengan nada sinis.
Memang sih jika dibandingkan dengan pacar aku Andri, kak Ilham jauh lebih mapan dan tampan pula. Tapi gaya pakaiannya itu loh yang membuat aku ilfeel.
”din…ini permintaan terakhir mama dan papa” dengan nada memohon
Disela-sela pembicaraan aku pun meniyakan permintaan mama dan papa tersebut.
Jujur saja aku menyerah dengan keadaan, aku menyerah dengan ketidak adilan yang aku jalani selama ini.
Tanggal 4 September 2002. Pernikahan sakral itu pun terjadi. Hancur rasanya hati ini menikah dengan orang yang tidak aku cintai. Hidup bersama dengan orang tidak aku cintai, serumah bersama dengan orang yang tidak aku cintai. Semua orang berbahagia begitu juga kedua orang tua aku dibalik penderitaan batin aku ini.
Sebulan pernikahan kami, kak Ilham belum pernah menyetuhku sama sekali. Karena setelah acara pernikahan kami. Aku mengatakan pad kak Ilham bahwa aku tidak mencitainya sama sekali dan pernikahan ini bukanlah keinginan aku tapi melainkan keinginan kedua orang tua aku. Untunglah kak Ilham orangnya sangat pengertian dan dia pun mengiyakan jika kami belum berhubungan badan. Kak Ilham pun berjanji akan menyentuh aku jika rasa cinta dalam hatiku ada untuknya.
Sebulan, dua bulan bahkan sampai berbulan-bulan kak Ilham selalu memberikan perhatian penuh pada aku. Dia berikan cinta tanpa mengharapkan balasan cinta dariku. Seperti itulah sehari hari ia lakukan kepadaku. Sampai akhirnya hati ini luluh dan timbul rasa cinta terhadap sosok yang alim dan penuh kasih sayang itu. Bahkan sosok Andri orang yang dulunya sangat aku cintai pun sudah mulai memudar dimakan waktu. Telah tergantikan dengan perhatian dan cinta yang diberikan oleh kak Ilham.
Setahun perjalanan rumah tangga kami berdua. Aku pun mengiyakan kak Ilham menyentuhku untuk pertama kalinya. Sosok pria yang alim dan terbilang kuper ini mengajarkan aku arti dari sebuah kehidupan, mengajarkan aku ibadah dan sholat. Perlahan tapi pasti diusia pernikahan kami berdua yang ke dua tahun, aku pun mulai berhijab, bukan karena terpaksa ataupun desakan dari Kak Ilham tapi ini atas inisiatif diri aku sendiri untuk membahagiakan seorang pria yang bukan hanya sekedar suami tapi malaikat bagi aku. Rumah tangga bahagia yang kami impikan terasa lengkap ketika aku dan kak Ilham dikaruniai anak hasil buah cinta kami berdua.
Terimah kasih Tuhan
Terimah kasih karena telah memberikan sosok pria yang istimewa dalam hidup aku.
adhytmakahenggeng48@gmail.com

Komentar

Postingan Populer